Budaya: BELAJAR DARI NILAI FILOSOFIS WAJIT/WAJIK
BELAJAR DARI NILAI
FILOSOFIS WAJIT/WAJIK
Gambar: Wajit/Wajik
Assalaamualaikum WR., WB
Sampurasuuun...!!! Mugia rahayu sagung dumadi
Hai sobat DNA...!!! Sewaktu mau makan di dapur, ane sempet ngeliat ke dalam toples tuh pas ngambil piring. Setelah ngepoin isinya, ternyata ada dua kue khas daerah yang suka disebut wajit (Sunda)/wajik (Jawa). Nah, karena waktu ngeliatnya sempet kepikiran tentang kearifan lokal, ane mulai nyari-nyari tuh ada atau tidaknya filosofi tentang makanan wajik tea sambil makan. Setelah searching-searching ternyata ada pesan tersendiri loh yang cukup adiluhung, berikut ulasannya...
Dalam budaya masyarakat sunda khususnya, acara seperti upacara
adat, syukuran, pernikahan, perkumpulan, hamin (doa bersama), dan lainnya
sangat mudah kita temui berbagai makanan khas daerah. Salah satu makanan yang
menjadi topik dalam artikel ini adalah wajit (Sunda)/wajik (Jawa).
Wajit adalah makanan / kue yang dibuat dari campuran
beras ketan, gula jawa / pasir yang dicampur parutan kelapa / santan kelapa. Bentuk
dari kue ini kadang berbentuk kotak seperti kartu tebal dan ada pula yang
berbentuk seperti bantal yang dibungkus menggunakan kertas khusus (daerah saya
sering menyebutnya kertas wajit) yang memiliki berbagai warna (Selama saya hidup, cuman ditemukan
tiga warna yaitu merah, putih, dan kuning).
Wajit sendiri ternyata termasuk dalam kategori makanan /
camilan pada zaman Majapahit. Keterangan ini tertulis dalam kitab Nawaruci;
Kitab Nawaruci merupakan karya sastra yang berbahasa Jawa Tengah yaitu
bahasa yang muncul pada zaman kejayaan Majapahit. Kitab Nawaruci atau Sang
Hyang Tattawajnana ditulis antara tahun 1500-1619 Masehi oleh Empu
Siwamurti. Kitab Nawaruci ini merupakan karya sastra religius yang terpengaruh
ajaran mistik Hindu. Lahirnya kitab Nawaruci ini bersamaan dengan masa
penyebaran dan perkembangan agama Islam di kalangan Jawa.
Wajit/wajik memiliki nilai filosofis yang diambil dari
bahan pembuatannya yaitu ketan. Sifat beras ketan yang lengket dapat memberikan
pelajaran kepada manusia agar selalu menjaga persatuan dan kesatuan. Jika dalam
acara pernikahan, kue wajik ini memberikan pesan akan pentingnya menjaga
hubungan erat diantara kedua pengantin ketika membina rumah tangga. Sehingga ketika
timbul permasalahan dalam rumah tangga yang merupakan keniscayaan, mereka akan
lebih eling untuk mengedepankan keutuhan rumah tangga. Selain filosofi
dari bahan makanannya, proses pembuatan wajit yang lama dan butuh kesabaran
ekstra serta memerlukan kerjasama dari beberapa orang, menjadi pelajaran kepada
pengantin agar tidak mudah putus asa dalam membangun dan mengarungi rumah
tangga. Diharapkan kedua pengantin dapat saling bekerja sama sehingga
tercapainya kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rohmah.
Selain sebagai pelajaran pada saat pernikahan untuk kedua
pasangan, Nilai filosofis pada saat diselenggarakan kegiatan seperti upacara
adat, doa bersama dan lainnya, wajit melambangkan kerukunan antara warga / umat
beragama yang seharusnya saling menyatu padu untuk mempertahankan kedamaian,
persatuan dan menumbuhkan rasa toleransi walaupun kadang berbeda pada beberapa
aspek.
Sebagai generasi penerus atau pewaris bangsa dengan
berbagai kearifannya yang adiluhung, sudah sepantasnya kita bangga dan menjaga
warisan para leluhur terutama Nilai-Nilai yang berharga bagi kehidupan
bermasyarakat.
Wassalaamualaikum WR., WB
Sampurasuuun...!!! Mugia rahayu sagung dumadi
Terimakasih sudah mampir. Silahkan tinggalkan jejak,
saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. :)
Subhanallah, ternyata filosofis wajit ini sangat dalam, memberikan pesan tersendiri kepada orang yang membuat dan memakannya... Semoga orang-orang banyak yang tahu tentang ini
ReplyDelete